Senin, 28 November 2011

Muhammad Ali dan Keislaman Will Smith

Man in Black I & II bolehlah menjulangkan karir dan pundi-pundi Will Smith. Tapi hanya mantan petinju legendaris pengidap parkinson yang mampu mengubah jalan hidupnya.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Willard Christopher Smith Jr, atau yang lebih dikenal sebagai Will Smith, kini sudah memiliki segalanya – karir, popularitas, kekayaan dan keluarga bahagia, padahal usianya belum genap 34 tahun. Dalam 10 tahun terakhir, hanya Smith yang mampu menembus tiga puncak karir yang sangat diidamkan para selebritis Amerika: film, televisi dan musik. Dari film saja ia telah menangguk 100 juta dolar AS, dan kini berkat kehebatan aktingnya, ia bersanding bersama jajaran bintang yang dibayar 20 juta dolar AS per film.

Namun semua pencapaian itu Smith anggap biasa-biasa saja, sesuatu yang pernah digapai dan bahkan dilampaui orang lain. Bukan pula pencapaian itu yang kemudian membuat filosofi dan jalan hidupnya kini berubah, melainkan Muhammad Ali dan Islam. “Saya makin mengerti bahwa Ali bukan hanya seorang muslim, tapi hamba Tuhan sejati. Dia hanya segelintir orang yang berani berkata lantang, ‘saya muslim’, dan ia diterima kalangan mana pun. Hidupku benar-benar berubah, bak manusia yang lahir kembali, setelah memerankan Ali,” kata Smith.

Awalnya, selama delapan tahun, Smith selalu menolak memerankan Ali, yang dijulukinya “tokoh terbesar dalam 100 tahun terakhir”. Ia khawatir perannya di film malah akan menjatuhkan pamor legenda hidup itu, meskipun sang sutradara, Michael Mann, terus meyakinkannya bahwa ia mampu. Smith pun menyambangi Denzel Washington, peraih Oscar tahun ini yang pernah memerankan tokoh Black Muslim Malcom X. “Jangan ragu, ambilah. God bless you, man,” saran Denzel.

Jadilah, hampir dua tahun Smith berlatih keras, fisik dan mental. Berlatih tinju membuat badannya membentuk, dan beratnya bertambah 30 pound. Ia pun mengasah aksen Louisville, Kentucky, tempat Ali dibesarkan. Smith juga menyelami setiap detil jiwa dan kehidupan Ali, mulai dari cara makan, sikap politik, hingga bagaimana ia memandang dunia, dan lebih penting lagi, aspek spiritualitasnya, terutama momen-momen yang membuatnya memeluk Islam dan mengganti nama Cassius Clay menjadi Muhammad Ali.

Upaya keras itu tak sia-sia. Ali sendiri mengakui hasilnya. “Bahkan kukira, Smith adalah aku waktu muda,” kata Ali. Berkat perannya, Smith menjadi nominator penerima Oscar kategori aktor terbaik tahun ini, meskipun penghargaan akhirnya jatuh ke tangan Denzel Washington. “Ini peran paling sempurna yang pernah kujalani, dan menguras seluruh kemampuanku. Rasanya sulit kubayangkan akan mengalami yang lebih hebat dari film Ali,” kata Smith.

Lebih dari itu, “pengembaraannya” bersama Ali membuahkan perubahan besar dalam diri Smith. Berkaca pada kekukuhan Ali membela hak-hak sipil, dan menentang wajib militer untuk berperang di Vietnam meskipun membuatnya dipenjarakan, Smith menjadi kian menyadari tentang hak-hak politik, khususnya warga kulit hitam yang selama ini terpinggirkan.

Dan puncak kekaguman Smith adalah terhadap konsep, hasrat dan ketergantungan Ali pada Tuhan. Di mata Smith, Ali yang selama berkarir di atas ring selalu mengklaim sebagai the greatest (yang terbesar), ternyata sangat bergantung, dan menerima dengan senang, apa pun yang diberikan Tuhan. “Komitmen dan kemampuannya bercengkrama dengan kehidupan, bersandar pada hubungannya yang sangat erat dengan Tuhan,” kata Smith.

Lalu, benarkah Will Smith memeluk Islam setelah berkelana dalam spiritualitas Ali? Kabar ini memang santer bergaung ke seluruh jagat. Di sejumlah milis groups, baik yang berbasis di Pakistan, India, dan Oman, keislaman Smith menjadi buah bibir dan bahan diskusi panjang para netters. Adalah beberapa teman dekat Smith yang mengungkap bahwa suami Jada Pinkett ini masuk Islam, dan kini makin serius mendalami ajarannya.

Kabar ini, November 2001, kemudian kian santer setelah sejumlah pemimpin organisasi Islam Amerika mengucapkan selamat atas keislaman Smith. Direktur Asosiasi Muslim Amerika Utara, Sofyan Zakkout mengaku gembira, dan menganggap masuk islamnya lelaki kelahiran Philadelphia ini akan meningkatkan moral umat muslim Amerika yang tengah dilanda ujian pasca tragedi 11 September 2001. “Islam adalah agama damai. Jika orang-orang baik seperti Ali dan Smith bisa mengemban pesan-pesan perdamaian Islam, sungguh sangat menggembirakan,” kata Zakkout.

Secara eksplisit, Smith sendiri belum pernah membuka status keislamannnya di hadapan publik. Inilah yang kemudian membuat ragu sejumlah pihak, dan bahkan ada pula yang meralat berita tersebut. Dalam sebuah tulisan berjudul Famous Convert to Islam, tentang tokoh terkenal yang memeluk Islam, misalnya, disebutkan bahwa kabar itu hanya rumor, persis seperti kabar burung tentang Islamnya Neil Amstrong, Michael Jackson dan Jacques Cousteau.

Terlepas dari benar-tidaknya kabar tersebut, agama Islam sebetulnya bukanlah hal asing bagi Smith. Meski tumbuh sebagai anak baptis dari pasangan Willard C. Smith Sr. dan Caroline, namun tujuh dari sepuluh kawan mainnya masa kanak-kanak, adalah muslim. Dan kini, menurut sejumlah kawan dekatnya, Smith selalu menyimpan Al-Qur’an dan sajadah di rumahnya. Kedua anaknya pun – Willard C. Smith III dan Jaden Christopher Syre Smith, dibiarkan bersahabat dengan sejumlah anak-anak muslim.

Sebelum memerankan Ali, Smith berguru secara intensif tentang ajaran dan sejarah klasik Islam pada Syekh Munir. Ia juga mengkaji lebih serius sejarah Islam Amerika, termasuk musabab terjadinya perpecahan antara Nation of Islam dan Malcom X, serta konteks keislaman lokal, yang banyak mempengaruhi kehidupan Ali.

Kini, Smith selalu membela Islam jika orang-orang di sekitarnya menghujat, terutama pasca tragedi yang meruntuhkan menara kembar World Trade Centre dan sebagian gedung Pentagon. Pembelaan itu, misalnya, dilakukannya di hadapan publik, saat tampil bersama Ali dan puluhan selebritis Amerika, dalam acara bertajuk “America: a Tribute to Heroes” untuk memperingati tragedi 11 September. Tentang penampilannya itu, Smith mengakuinya sebagai “pertama kalinya dalam hidup ia melakukan sesuatu yang penting.”

Dari atas panggung, Smith berkata lantang, “Orang ini manusia paling terkenal. Dia salah satu pahlawan terbesar di jaman kita, dan dia muslim,” katanya sambil memegangi pundak Ali. “Adalah kebencian yang mendorong tindakan keji 11 September, bukan agama. Dan pasca peristiwa ini, sangat tak pantas membalas kebencian dengan tindakan balas dendam yang membabi-buta. Saya dan Ali ingin mengingatkan Anda soal ini,” ucap Smith lagi.

Dalam berbagai wawancara dengan media massa, Smith selalu mengumbar kekagumannya pada keberagamaan Ali, dan pancaran pengaruh yang dirasakannya. “Setelah mengakrabi Ali, keyakinanku makin kuat, bahwa hubungan beragama harus langsung dengan Tuhan, bukan bergantung pada pendeta, ulama atau rabbi. Ini juga melecutku untuk menjadi hamba Tuhan sejati. Aku percaya kepada Tuhan sebagaimana umat Muslim, Kristen, Yahudi dan seluruh manusia suci beriman kepada-Nya,” kata Smith.

Tentu, hanya Tuhan dan hati lelaki yang bercita-cita menjadi Presiden pertama Amerika berkulit hitam ini, yang mengetahui hakikat keberagamaan dirinya. Begitu pun, pasca pengembaraannya dalam samudera spiritualitas Ali, Smith menghendaki hidupnya lebih bermanfaat, bukan sekedar menjadi aktor yang puas dengan penghargaan Oscar, atau penyanyi yang cuma mengejar piala Grammy. “Kuingin dunia berubah karena kehadiranku. Bolehlah aku dituding gila, pengkhayal, atau utopis, tapi kuingin keberadaanku membuat manusia lain hidup lebih baik,” kata Smith. Mudah-mudahan.


http://gebi.blogspot.com/2004/10/muhammad-ali-dan-keislaman-will-smith.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar